Selasa, 19 Januari 2016

Sertifikat Tanah

Di Indonesia, sertifikat hak-hak atas tanah berlaku sebagai alat bukti yang kuat sebagimana ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dan pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah, yang kini telah dicabut dan ditegaskan kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Fungsi dari sertifikat tanah adalah :
  1.  Memberikan kepastian hukum kepemilikan tanah  bagi orang yang namanya tercantum dalam sertifikat,
  2. Sertifikat sebagai pencegah sengketa pemilikan tanah,
  3. Pemilikan sertifikat,pemilik tanah dapat melakukan perbuatan hukum apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. 
 Meskipun telah mendapat pengakuan dalam UUPA, sertifikat belum menjamin kepastian hukum pemilikannya karena dalam peraturannya sendiri memberi peluang di mana sepanjang ada pihak lain yang merasa memiliki tanah dapat menggugat pihak yang namanya tercantum dalam sertifikat secara keperdataan ke Peradilan Umum, atau menggugat Kepala BPN/Kepala Kantor Pertanahan yang berangkutan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, atau gugatan yang menyangkut teknis aministrasi penerbitannya. 

Gugatan kepada pengadilan tersebut dikarenakan sertifikat mempunyai 2 (dua) sisi, yakni di satu sisi seara keperdataan sertifikat merupakan alat bukti pemilikan, di sisi lain sertifikat merupakan bentuk keputusan yang bersifat penetapan (beschiking) yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, yang bersifat beschiking merupakan bentuk pengakuan hak milik atas tanah bagi pemiliknya. Sertifikat yang diterbitkan juga bersifat deklaratoir, yakni keputusan untuk mengakui sesuatu yang telah ada dan diberikan karena telah memenuhi syarat yang ditentukan.

Pendaftaran tanah dengan menggunakan sistem publikasi negatif dilatarbelakangai oleh hukum tanah di Indonesia yang memakai dasar hukum adat, dimana jika seseorang selama sekian waktu membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian tanah itu dikerjakan orang lain yang memperolehnya dengan itikad baik, maka hilanglah hak untuk menuntut kembali tanah tersebut. Asas publikasi negatif tersebut telah dijadikan Yurisprudensi, yakni putusan Mahkamah Agung No. 459/K/Sip/1975 tanggal 18 September 1975, bahwa Mengingat stelsel negatif tentang resgistrasi/pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia, maka terdaftarnya nama seseorang di dalam register bukanlah berarti absolut menjadi pemilik tanah tersebut apabila ketidakabsahannya dapat dibuktikan pihak lain. Ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, menyatakan sertifikat tanah yang diterbitkan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Namun ketentuan ini belum dapat menjaminnya, karena dalam sistem negatif yang dianut dalam UUPA senantiasa memberikan kesempatan kepada seseorang yang merasa mempunyai hak yang lebih kuat untuk menggugatnya ke pengadilan dengan mengemukakan bukti-bukti yang dimilikinya. Ini berarti sertifikat tanah yang diterbitkan bukanlah alat bukti yang mutlak, sehingga sertifikat bisa dibatalkan. Kelemahan sistem publikasi negatif ini ternyata diakui oleh Penjelasan Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997. Kelemahan ini tentunya mengakibatkan BPN sebagai instansi yang bertanggung jawab menerbitkan sertifikat tidak berupaya maksimal mungkin untuk memperoleh dan menyajikan data yang benar, sehingga kepastian hukum didalam pendaftaran tanah belum menjamin pihak yang tercantum namanya dalam sertifikat sebagai pemegang hak dan sertifikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak lain yang merasa memiliki tanah. Untuk mencegah terjadinya sertifikat ganda tidak ada jalan lain harus mengoptimalikan administrasi pertanahan dan pembuatan peta pendaftaran tanah. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya sertifikat ganda.

Referensi
Sertifikat Atas Hak Tanah, diterbitkan oleh Sinar Grafika 2011

Jumat, 15 Januari 2016

Dampak Negatif Media Komunikasi sebagai Penyebar Informasi

Sekarang ini media bukan hanya sekedar penyebar informasi yang baik. Dalam buku Psikologi Konseling Farid Mashudi,modernisasi pun berdampak negatif untuk komunikasi. Modernisasi melahirkan dampak yang buruk bagi umat manusia. Perkembangan internet yang begitu cepat dapat dirasakan oleh siapa saja dengan memiliki koneksi untuk terhubung ke dunia maya. Salah satu contoh negatif adalah media internet atau media komunikasi digunakan sebagai alat untuk menunjukkan teror dari suatu kelompok. Perkembangan teknologi komunikasi dijadikan oknum tertentu untuk melancarkan misi mereka. Bahkan dalam harian Kompas 17 Desember 2015, Pengamat teroris Noor Huda Ismail menjelaskan bahwa facebook pun dijadikan NIIS untuk membentuk gaya teror baru,yaitu jihad swafoto (selfie). Gaya tersebut mewajibkan para pemuda yang baru bergabung di Suriah untuk berfoto menggunakan pakaian mujahid,gamis,sorban,serta memegang senapan serbu AK-47. Lalu,foto itu pun diunggah di akun Facebook untuk menarik minat generasi muda lain bergabung. Di indonesia sendiri, empat teroris berkomunikasi dengan anggota NIIS melalui grup percakapan di twitter. Tentunya melalui media komunikasi, jihad swafoto itu ditujukan kepada semua orang dengan maksud untuk menyatakan keberadaan mereka. Berbagai macam sumber menyebutkan sekarang ini ISIS bertanggung jawab terhadap peledakan yang terjadi di Indonesia. Jelas akan perkembangan media  dapat berdampak negatif  dengan perkembangan teknologi komunikasi.

Jumat, 08 Januari 2016

KOMUNIKATOR dan KOMUNIKAN yang BAIK

Sebagai komunikan, kita harus dapat mengerti pesan yang disampaikan. Dengan memiliki pengetahuan kita dapat menilai siapa lawan bicara kita. Begitupula komunikator, pengetahuan menjadi modal untuk meyakinkan komunikan. Pengetahuan berguna untuk menganalisis isi pembicaraan. Selain itu dalam berkomunikasi kita perlu menangkap perasaan dan pikiran orang serta nada suara. Jangan pernah membatasi diri anda, perbanyaklah buku sebagai referensi anda untuk mengisi wawasan. Dengan memiliki referensi dari berbagai macam buku, Anda dan lawan bicara Anda akan merasakan komunikasi yang efektif.
 
Tidak hanya hal positif yang terjadi dalam berkomunikasi, tetapi hal negatif dapat terjadi dalam komunikasi. Menurut Riko Fektori,S.Psi dalam buku trik-trik komunikasi untuk mempengaruhi orang lain hal negatif dalam berkomunikasi dapat berupa kecemasan. Hal ini dapat terjadi ketika berbicara didepan umum atau kecemasan berbicara dengan seseorang (antarpersonal). Sehingga, pembicaraan/komunikasi tidak mampu mencerminkan rasa kehangatan,keterbukaan, dan dukungan. Secara khusus, berbicara antarpersonal tentu akan menjadi kecemasan saat kita tidak memiliki pengetahuan atau kecerdasan. Bukan hanya hambatan komunikasi yang terjadi, tetapi akan mengarah kepada komunikasi dua arah yang tidak efektif. Sebab dalam komunikasi dua arah, tentunya komunikator atau komunikan mengharapkan timbal balik. Informasi yang diterima pun tidak akurat atau jelas.
 
Hasil penelitian Croskey menunjukkan bahwa 15-20%  mahasiswa di Amerika Serikat menderita hambatan komunikasi. Peneliti yang lain, Hurt juga melaporkan hasil penelitiannya bahwa 10-20% mahasiswa di Amerika Serikat menderita kecemasan komunikasi. Sedangkan di Indonesia kecemasan komunikasi antarpribadi telah diteliti oleh Mariani. Ia menemukan 8 % dari 189 subyek penelitian dari mahasiswa Fakultas Psikologi dan Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta mengalami kecemasan komunikasi antarpersonal.
 
Dalam situasi mengalami hambatan komunikasi sebaiknya kita mempersiapkan diri dengan baik. Ketenangan dalam sikap akan membantu kita untuk memberikan rasa rileks. Sehingga otak pun dapat fokus kepada pembicaraan dan tubuh merasa santai.
 
 

Menghindar Keramain Kota,Dusun Bambu Bandung Aja

Bandung memang terkenal sebagai tujuan wisata yang menjadi pilihan pelancong di akhir pekan. Kita bisa wisata kuliner, wisata agro, wisata p...