Berita Headline di
media hari ini adalah mengenai Pungli yang terjadi di Institusi pemerintahan.
Polda Metro Jaya, kemarin melakukan operasi tangkap tangan di Kementerian
Perhubungan. Presiden pun tak mau ketinggalan dengan melakukan penggeledahan di
Kantor Kemenhub. Hasil yang didapat memang terdapat bukti dan kejelasan dari PNS
yang melakukan pungli tersebut. Hal ini
tentunya menjadi tamparan bagi Menteri Perhubungan.
Terkait dengan
pungli di Kementerian Perhubungan ini, saya sudah lama mendengar cerita-cerita
mengenai petugas yang dapat dibayar untuk melakukan pengurusan surat perijinan,
khususnya petugas di pelabuhan laut. Kalau mau cepat ,ya biaya untuk pengurusan
bisa melebihi dari biaya administrasi yang sudah ditentukan. Kebetulan rekan
kerja saya dahulu mengurus untuk dokumen-dokumen kantor dan berhubungan dengan
petugas di pelabuhan laut. Menurutnya, untuk pengurusan dokumen tidak secepat
yang dibayangkan. Bahkan, selain petugas dari kemenhub terdapat calo yang dapat
mengurus dokumen kapal yang berhubungan dengan petugas berwenang.
Hal yang sudah
tercium lama ini terasa kurang ditanggapi cepat oleh pihak kepolisian. Peran
kepolisian, sebelum berita ini mencuat seperti macan tanpa gigi. Bagaimana
tidak? Tugas yang seharusnya dilaksanakan malah diabaikan atau dibiarkan begitu
saja. Mungkin harapan dari pihak kepolisian sebelum naik ke media atau
penindakan yang dilakukan kepolisian adalah penertiban dan kesadaran dari
institusi tersebut dalam menghilangkan pungli atau percaloan yang terjadi. Bahkan salah satu media elektronik mengatakan
ini bukan rahasia umum.
JALAN KELUARKAH?
Jokowi mengeluarkan
perintah untuk memecat PNS yang terbukti melakukan tindakan pungli. Hal itu
disampaikan kepada Kementerian PAN-RB dan Kementerian Perhubungan. Revolusi
mental yang digaungkan Presiden ternyata belum berhasil. Sub nilai dapat
dipercaya dengan perilaku tidak menerima suap dan anti memberi pun tercoreng.
Jokowi pun kembali
dengan memberi paket reformasi hukum. Salah satu sasaran dari reformasi hukum
ini adalah pelayanan publik. Pelayanan publik inilah yang marak dengan pungli,
hal inilah yang ingin diberantas sesuai dengan keterangan Wiranto. Hal ini
tentunya sejalan dengan gerakan revolusi mental. Namun, dalam praktik di
lapangan pemerintah ataupun masyarakat tidak sejalan dalam gerakan yang terus
menerus digencarkan ini dan melahirkan produk-produk hukum ataupun produk
lainnya.
Apakah mental
penegak hukum atau pelaksana di pemerintah sudah seciut ini? Atau memang
masyarakat kita yang sudah terbiasa dengan sistem pungli dengan hasil cepat,
kemudian merasa puas dengan kinerja masing-masing. Pengetahuan terasa sia-sia
didapat selama bertahun-tahun.