Tampilkan postingan dengan label AHOK. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AHOK. Tampilkan semua postingan

Kamis, 11 Mei 2017

FENOMENA AHOK DIMATA PENDUKUNGNYA VIA MEDIA

Ahok itu Peluru

Vonis yang dijatuhkan Hakim kepada Ahok  mendapatkan respon pro dan kontra di masyarakat, khususnya netizen atau masyarakat internet. Masyarakat yang pro atas vonis tersebut merasa senang dan bahagia  atas vonis tersebut karena agama mereka dinistakan, sedangkan masyarakat yang kontra dengan vonis tersebut berpendapat hakim tidak adil dalam membuat keputusan.

Pandangan masyarakat mengenai video di kepulauan seribu menimbulkan pro dan kontra akan keputusan penistaan. Netizen ada yang menilai Ahok menistakan, bahkan ada netizen yang berpandangan berbeda dengan netizen lain. Hal membuat kubu pro dan kontra akan kasus ini.

Bahkan dosen UI Ade Armando pun tidak luput mejadi pendukung Ahok, meskipun beliau beragama muslim. Dalam akun Ade pun terdapat komentar dari netizen yang pro terhadap vonis hakim,bahkan dosen komunikasi massa ini mendapat cemooh dari beberapa netizen.

Pada pemberitaan media televisi kasus Ahok ini mendapat sorotan dari PBB. Sebuah fenomena baru yang dapat mendorong perubahan akan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Fenomena lain adalah pendukung Ahok yang setia berjuang agar Ahok dapat dibebaskan dan mencari keadilan. Dengan sosok yang tegas dan galak, membuat netizen maupun masyarakat sosial mengingat nama Ahok karena andalah peluru itu  bagi netizen dan Indonesia.

Selama berjuang kawan tegas Ahok

Rabu, 16 November 2016

TERSANGKANYA AHOK

Tersangkanya Ahok atas dugaan penistaan agama merupakan sebuah langkah awal dari gebrakan yang dilakukan pemerintahan Jokowi - JK untuk produk hukum. Produk hukum dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI berupa UU ITE.  Undang- undang inilah yang dapat membuat Ahok menjadi tersangka. Dalam pasal 28 ayat 2 UU ITE berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,agama,ras dan antar golongan (SARA). Pasal ini termasuk kedalam BAB VII tentang PERBUATAN YANG DILARANG.
Hal ini menjadi lucu untuk disimak, Ahok yang sudah pernah ke Bareskrim untuk klarifikasi kejadian dan meminta maaf didepan publik melalui media televisi dipaksa untuk memenuhi umpan balik dari sebagian masyarakat.
Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi menyerahkan semua kepada pihak yang berwenang melalui proses hukum. Sepertinya reformasi biro hukum yang di berbagai institusi mulai diterapkan oleh  berbagai pihak. Kepolisian salah satu institusi yang menangani penyelidikan dan penyidikan untuk kasus Ahok akan bersikap terbuka. Para narasumber di TV pun setuju Hukum sebagai acuan. 

GAGALNYA KOMUNIKASI MASSA

Media Elektornik dan media cetak sebagai media informasi bagi masyarakat dapat juga dijadikan untuk sumber data atau dapat juga digunakan untuk penyimpanan data dan fakta (Winardono). Apa yang dilakukan oleh penyelidik dan penyidik bareskrim itulah yang menjadi pegangan untuk menaikkan status Ahok menjadi tersangka.
Melihat situasi yang telah terjadi, maka dapat dikatakan adanya kegagalan dalam komunikasi massa bagi sebagian masyarakat. Perubahan sikap bagi sebagian masyarakat terjadi, begitupula pola pikir atau pandangan komunikan. Terdapat masyarakat yang mengampuni, tetapi terdapat pula masyarakat yang mengecam.
Bagi saya pribadi, apa yang terjadi pada video Ahok di kepulauan seribu adalah dapat dijadikan bahan diskusi sesuai dengan fungsi dari komunikasi massa itu sendiri menurut Winardono. Diskusi disini dimaksud adalah untuk mencapai persetujuan dalam hal perbedaan pendapat mengenai hal-hal yang menyangkut orang banyak. Sehingga didapatkan kesamaan makna apakah terdapat penistaan atau tidak dalam video tersebut. Namun, keputusan sudah menjadi tersangka, saya harus menghormati keputusan tersebut.

Demokrasi Pancasila

Sikap Presiden pun patut diacungi jempol. Beliau tidak melarang aksi demonstrasi yang terjadi beberapa hari yang lalu. Bahkan, Ahok pun tidak dibela oleh tandemnya sewaktu menjadi Gubernur DKI dulu. Apa yang dipertunjukkan saat ini memang untuk kepentingan orang banyak, artinya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan tetap memegang Pancasila sebagai ideologi dasar bagi negara Indonesia.
Mufakat yang terjadi di kantor bareskrim menetapkan Ahok sebagai tersangka. Sungguh cara cerdas yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk hal yang positif. Prosedur-prosedur dihidupkan kembali untuk menata kehidupan berbangsa dengan mengembangkan perbuatan yang luhur. Kita patut bersyukur dengan adanya kasus seperti ini karena sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila dapat kita rasakan.


Selasa, 15 November 2016

KRITERIA AHOK DI MATA DIN SYAMSUDIN

Bagi tokoh agama di Indonesia Din Syamsudin, sosok Ahok tidak masuk dalam kriteria bagi Jakarta menurut hati nurani beliau. Berita yang ditampilkan pada situs-situs berita ini menarik untuk dibaca dan dicermati. Dugaan korupsi untuk kasus sumber waras pun diutarakan Ketua Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia. Bagi sebagian masyarakat Ahok tentu berhasil dalam membangun Jakarta, namun hal ini tidak sesuai dengan Kriteria Din Syamsudin.

Kriteria menjadi pemimpin dalam pandangan Din Syamsudin tidak dapat ditawar-tawar. Dalam acara di salah satu stasiun televisi, beliau mengharapakan pemimpin publik tidak mencampuri agama urusan pekerjaan. Kemungkinan hal inilah yang membuat pernyataan Din Syamsudin, bahwa Ahok sebagai perusak kerukunan umat beragama bagi masyarakat Jakarta apalagi Indonesia. Pendeta saya pun mengingatkan bahwa jika kita salah menafsirkan satu ayat dalam Alkitab, maka itu akan berbahaya. Menurut saya pun Ahok memang tidak pantas menelaah ayat kitab suci Muslim yang bukan diimaninya. Ahok pun salah langkah dalam catur hidupnya. Kriteria sebagai pemecah masalah yang diinginkan sosok Din Syamsudin.

Teka-teki Tersembunyi

Isu Agama masih menjadi hal yang dapat merusak persatuan di Indonesia. Pendidikan informal mengajarkan untuk saling menghargai dan menghormati antar umat beragama. Din Syamsudin pun beranggapan Ahok sebagai problem maker. Salah satu kriteria yang diinginkan Din adalah pemimpin yang dapat memecahkan masalah, bukan sebagai pemecah. Kalau saya cermati ini seperti Donald Trump yang dikenal sebagai anti muslim,rasis dan fanatik. Kecaman media - media ada dengan kejujuran yang tersedia. Namun, bagaimana masyarakat berpikir lurus untuk sebuah jawaban dan teka-teki yang tersembunyi.

Trump dan Ahok adalah calon pemimpin yang akan datang. Trump ingin mengetahui pandangan masyarakat Amerika mengenai dirinya. Media pun menyambut Trump sebagai anti-muslim melalui narasumber-narasumber. Kebetulan, Ahok pun dinilai sebagai perusak persatuan dan kesatuan di mata Din Syamsudin. Kecaman pun bermunculan di media sosial, masyarakat banyak menghakimi akibat perbuatan Ahok.
Sikap positif dan berpikir kritis terhadap situasi seperti ini perlu dimiliki masyarakat. Bagaimana masyarakat membaca calon pemimpin?bisa-bisa kita yang dibaca pemimpin kita sebagai masyarakat yang tidak toleran dan tidak dapat mengampuni.






Bagi tokoh agama di Indonesia Din Syamsudin, sosok Ahok tidak masuk dalam kriteria bagi Jakarta menurut hati nurani beliau. Berita yang ditampilkan pada situs-situs berita ini menarik untuk dibaca dan dicermati. Dugaan korupsi untuk kasus sumber waras pun diutarakan Ketua Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia. Bagi sebagian masyarakat Ahok tentu berhasil dalam membangun Jakarta, namun hal ini tidak sesuai dengan Kriteria Din Syamsudin. Kriteria menjadi pemimpin dalam pandangan Din Syamsudin tidak dapat ditawar-tawar. Dalam acara di salah satu stasiun televisi, beliau mengharapakan pemimpin publik tidak mencampuri agama urusan pekerjaan. Kemungkinan hal inilah yang membuat pernyataan Din Syamsudin, bahwa Ahok sebagai perusak kerukunan umat beragama bagi masyarakat Jakarta apalagi Indonesia. Pendeta saya pun mengingatkan bahwa jika kita salah menafsirkan satu ayat dalam Alkitab, maka itu akan berbahaya. Menurut saya pun Ahok memang tidak pantas menelaah ayat kitab suci Muslim yang bukan diimaninya. Ahok pun salah langkah dalam catur hidupnya. Kriteria sebagai pemecah masalah yang diinginkan sosok Din Syamsudin. Teka-teki Tersembunyi Isu Agama masih menjadi hal yang dapat merusak persatuan di Indonesia. Pendidikan informal mengajarkan untuk saling menghargai dan menghormati antar umat beragama. Din Syamsudin pun beranggapan Ahok sebagai problem maker. Salah satu kriteria yang diinginkan Din adalah pemimpin yang dapat memecahkan masalah, bukan sebagai pemecah. Kalau saya cermati ini seperti Donald Trump yang dikenal sebagai anti muslim,rasis dan fanatik. Kecaman media - media ada dengan kejujuran yang tersedia. Namun, bagaimana masyarakat berpikir lurus untuk sebuah jawaban dan teka-teki yang tersembunyi. Trump dan Ahok adalah calon pemimpin yang akan datang. Trump ingin mengetahui pandangan masyarakat Amerika mengenai dirinya. Media pun menyambut Trump sebagai anti-muslim melalui narasumber-narasumber. Kebetulan, Ahok pun dinilai sebagai perusak persatuan dan kesatuan di mata Din Syamsudin. Kecaman pun bermunculan di media sosial, masyarakat banyak menghakimi akibat perbuatan Ahok. Sikap positif dan berpikir kritis terhadap situasi seperti ini perlu dimiliki masyarakat. Bagaimana masyarakat membaca calon pemimpin?bisa-bisa kita yang dibaca pemimpin kita sebagai masyarakat yang tidak toleran dan tidak dapat mengampuni.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/vito7/kriteria-ahok-di-mata-din-syamsudin_58298eb8f37a61690ad92274
Bagi tokoh agama di Indonesia Din Syamsudin, sosok Ahok tidak masuk dalam kriteria bagi Jakarta menurut hati nurani beliau. Berita yang ditampilkan pada situs-situs berita ini menarik untuk dibaca dan dicermati. Dugaan korupsi untuk kasus sumber waras pun diutarakan Ketua Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia. Bagi sebagian masyarakat Ahok tentu berhasil dalam membangun Jakarta, namun hal ini tidak sesuai dengan Kriteria Din Syamsudin. Kriteria menjadi pemimpin dalam pandangan Din Syamsudin tidak dapat ditawar-tawar. Dalam acara di salah satu stasiun televisi, beliau mengharapakan pemimpin publik tidak mencampuri agama urusan pekerjaan. Kemungkinan hal inilah yang membuat pernyataan Din Syamsudin, bahwa Ahok sebagai perusak kerukunan umat beragama bagi masyarakat Jakarta apalagi Indonesia. Pendeta saya pun mengingatkan bahwa jika kita salah menafsirkan satu ayat dalam Alkitab, maka itu akan berbahaya. Menurut saya pun Ahok memang tidak pantas menelaah ayat kitab suci Muslim yang bukan diimaninya. Ahok pun salah langkah dalam catur hidupnya. Kriteria sebagai pemecah masalah yang diinginkan sosok Din Syamsudin. Teka-teki Tersembunyi Isu Agama masih menjadi hal yang dapat merusak persatuan di Indonesia. Pendidikan informal mengajarkan untuk saling menghargai dan menghormati antar umat beragama. Din Syamsudin pun beranggapan Ahok sebagai problem maker. Salah satu kriteria yang diinginkan Din adalah pemimpin yang dapat memecahkan masalah, bukan sebagai pemecah. Kalau saya cermati ini seperti Donald Trump yang dikenal sebagai anti muslim,rasis dan fanatik. Kecaman media - media ada dengan kejujuran yang tersedia. Namun, bagaimana masyarakat berpikir lurus untuk sebuah jawaban dan teka-teki yang tersembunyi. Trump dan Ahok adalah calon pemimpin yang akan datang. Trump ingin mengetahui pandangan masyarakat Amerika mengenai dirinya. Media pun menyambut Trump sebagai anti-muslim melalui narasumber-narasumber. Kebetulan, Ahok pun dinilai sebagai perusak persatuan dan kesatuan di mata Din Syamsudin. Kecaman pun bermunculan di media sosial, masyarakat banyak menghakimi akibat perbuatan Ahok. Sikap positif dan berpikir kritis terhadap situasi seperti ini perlu dimiliki masyarakat. Bagaimana masyarakat membaca calon pemimpin?bisa-bisa kita yang dibaca pemimpin kita sebagai masyarakat yang tidak toleran dan tidak dapat mengampuni.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/vito7/kriteria-ahok-di-mata-din-syamsudin_58298eb8f37a61690ad92274
Bagi tokoh agama di Indonesia Din Syamsudin, sosok Ahok tidak masuk dalam kriteria bagi Jakarta menurut hati nurani beliau. Berita yang ditampilkan pada situs-situs berita ini menarik untuk dibaca dan dicermati. Dugaan korupsi untuk kasus sumber waras pun diutarakan Ketua Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia. Bagi sebagian masyarakat Ahok tentu berhasil dalam membangun Jakarta, namun hal ini tidak sesuai dengan Kriteria Din Syamsudin. Kriteria menjadi pemimpin dalam pandangan Din Syamsudin tidak dapat ditawar-tawar. Dalam acara di salah satu stasiun televisi, beliau mengharapakan pemimpin publik tidak mencampuri agama urusan pekerjaan. Kemungkinan hal inilah yang membuat pernyataan Din Syamsudin, bahwa Ahok sebagai perusak kerukunan umat beragama bagi masyarakat Jakarta apalagi Indonesia. Pendeta saya pun mengingatkan bahwa jika kita salah menafsirkan satu ayat dalam Alkitab, maka itu akan berbahaya. Menurut saya pun Ahok memang tidak pantas menelaah ayat kitab suci Muslim yang bukan diimaninya. Ahok pun salah langkah dalam catur hidupnya. Kriteria sebagai pemecah masalah yang diinginkan sosok Din Syamsudin. Teka-teki Tersembunyi Isu Agama masih menjadi hal yang dapat merusak persatuan di Indonesia. Pendidikan informal mengajarkan untuk saling menghargai dan menghormati antar umat beragama. Din Syamsudin pun beranggapan Ahok sebagai problem maker. Salah satu kriteria yang diinginkan Din adalah pemimpin yang dapat memecahkan masalah, bukan sebagai pemecah. Kalau saya cermati ini seperti Donald Trump yang dikenal sebagai anti muslim,rasis dan fanatik. Kecaman media - media ada dengan kejujuran yang tersedia. Namun, bagaimana masyarakat berpikir lurus untuk sebuah jawaban dan teka-teki yang tersembunyi. Trump dan Ahok adalah calon pemimpin yang akan datang. Trump ingin mengetahui pandangan masyarakat Amerika mengenai dirinya. Media pun menyambut Trump sebagai anti-muslim melalui narasumber-narasumber. Kebetulan, Ahok pun dinilai sebagai perusak persatuan dan kesatuan di mata Din Syamsudin. Kecaman pun bermunculan di media sosial, masyarakat banyak menghakimi akibat perbuatan Ahok. Sikap positif dan berpikir kritis terhadap situasi seperti ini perlu dimiliki masyarakat. Bagaimana masyarakat membaca calon pemimpin?bisa-bisa kita yang dibaca pemimpin kita sebagai masyarakat yang tidak toleran dan tidak dapat mengampuni.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/vito7/kriteria-ahok-di-mata-din-syamsudin_58298eb8f37a61690ad92274

Sabtu, 05 November 2016

BELAJAR IQ DAN SQ DARI AHOK

Sebuah kalimat dapat menyulut api peperangan, jangankan dalam keluarga, satu negara pun dapat terjadi kerusuhan yang diakibatkan oleh salah penalaran atau salah tafsir. Pernyataan Ahok yang disalah tafsir oleh beberapa orang menjadi masalah besar bagi Indonesia. Masyarakat yang berdemonstrasi hanya mengetahui beliau adalah sebagai penista agama. Akibat yang ditimbulkan adalah demonstrasi besar-besaran di Jakarta untuk membawa masalah tersebut ke ranah hukum. Buni Yani sebagai seorang yang mengakui melakukan kesalahan pun meminta pendukung ahok untuk mendinginkan suasana.

IQ diperlukan untuk manusia untuk berbahasa, berhitung,menganalisis dan bernalar. Pentingnya IQ bagi manusia agar setiap manusia dapat mencerna dari setiap kegiatannya. Dominasi IQ diperlukan untuk kesuksesan manusia. Berbagai pro dan kontra memang terjadi dari kalimat yang ucapkan oleh Ahok. Kalangan MUI berpendapat bahwa Ahok telah melakukan penistaan agama. Pendapat ini sah-sah saja karena diatur dalam UUD 1945 tentang kebebasan berpendapat, Namun Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar sendiri pun menilai bahwa Ahok tidak melakukan penistaan.

Penalaran setiap manusia memang berbeda-beda. Perbedaan itu dapat terjadi dari bagaimana individu memaknainya. Kesalahan dalam kalimat dapat membuat lawan bicara salah kaprah dalam sehingga tidak mencapai makna yang sama. Saya sendiripun terkadang tidak baik dalam penggunaan bahasa yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari.

KECERDASAN EMOSI

Indonesia sebagai negara yang memiliki ragam budaya, agama, dan aliran kepercayaan dapat mempertahankan kesatuan dengan adanya toleransi. Kita sebagai warga negara pun sepatutnya turut menciptakan kesatuan tersebut. Dari tindakan yang dilakukan oleh Ahok adalah beliau melakukan empati terhadap masyarakat di kepulauan seribu. Namun, sayangnya tindakan ini ditanggapi berbeda dari kalangan MUI. Ahok memang tidak berhak untuk memasuki wilayah theologi islam, namun sebagai manusia dia memiliki empati untuk menolong sesama dari segi intelligency.

Demonstrasi yang berujung rusuh tersebut menandakan bahwa massa tidak dapat mengendalikan emosi. Sikap mengendalikan amarah lebih baik ditunjukkan oleh demonstran yang ingin memperjuangkan pendapatnya. Jangan sampai menyia-nyiakan empati yang diberikan oleh pemerintah. Toh, negara kita adalah negara hukum.

Dari peristiwa yang terjadi kita dapat melihat Ahok sudah memenangkan dari segi pegetahuan. Masyarakat diajak untuk berpikir baik dan benar. Demi keamanan negara Ahok telah meminta maaf kepada masyarakat yang tersinggung dan tidak bermaksud untuk melecehkan agama islam.

Kecerdasan emosi dan antisipasi yang ditunjukkan oleh Ahok dapat kita pelajari dari peristiwa ini.Dengan antisipasi dan sikap tegas, Ahok menyatakan tidak bermaksud untuk melakukan penistaan agama. Masyarakat sendirilah yang akhirnya didikte oleh mereka yang sudah mencapai kecerdasan IQ,EQ,SQ, dan AQ.



Selamat long learning....salam dari warga Banten

Senin, 31 Oktober 2016

POSITIF UNTUK 4 NOVEMBER 2016

Reformasi melahirkan sebuah kebebasan untuk berpikir dan berpendapat dan dapat dilakukan di tempat umum atau melalui media. Salah satu bentuk dari hasil reformasi adalah demonstrasi. Aksi yang dilakukan untuk mengeluarkan pendapatnya di muka umum akan pertentangan atau isu yang sedang terjadi. Namun, demonstrasi terkadang menjadi sebuah kecaman yang menakutkan dan meresahkan masyarakat luas karena pola pikir negatif. 
Pola pikir adalah pandangan manusia untuk menganalisa setiap informasi yang masuk. Pola pikir dapat membuat manusia menilai setiap tindakan atau aksi yang terjadi. Di Indonesia reformasi terjadi setelah era orde baru berganti. Demonstrasi dapat dilakukan di tempat umum asal tidak mengganggu kepentingan umum. Pers pun mendapat angin segar dengan kebebasan pers sejak tahun 1999 melalui Undang-Undang Nomor 40 pasal 4 ayat 1 -4. Namun, kebebasan itu tentu ada kode etik dalam penyiarannya. Dengan reformasi inilah setiap orang dapat menyuarakan pendapatnya dan bertanggung jawab atas pemberitaannya didepan hukum.

Pola Pikir Positif

Berita yang marak hari ini adalah siaga satu yang akan dilakukan oleh Brimob pada tanggal 4 November 2016 yang dilakukan oleh FPI. Demo yang dilakukan ormas FPI bermaksud untuk mengusut ahok secara hukum atas penistaan agama. Ahok pun sudah meminta maaf dan melapor kepada bareskrim untuk klarifikasi.Memang jika dilihat dari kode etik jurnalistik, ahok dapat dimenangkan menurut kaca mata saya karena dalam pasal 10 wartawanlah yang bertanggung jawab untuk mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Dalam kasus seperti ini Ahok memang sebagai penanggung jawab karena jabatannya saat itu adalah sebagai penanggung jawab dari unggahan video yang tersebar. Namun, disini kita sebagai masyarakat lebih baik untuk berpikir positif demi Persatuan Indonesia. FPI pun memiliki hak untuk melakukan aksinya untuk pertanggungjawaban kalimat Ahok. Makna yang dapat diambil oleh penulis dari kasus ini adalah ahok ingin belajar dari masyarakat dan seniornya yang sudah lama menjadi pemimpin dalam organisasi baik swasta maupun pemerintahan. Kesan saya terhadap Habib Rizieq pun adalah sebagai orang berani meminta maaf. Hal ini saya ungkapkan karena pada tayangan video di youtube beliauberani meminta maaf atas pembakaran gereja-gereja yang terjadi di Indonesia.

 Andrias Harefa

setiap orang bukan hanya bisa learn, tetapi juga mampu un-learn dan kemudian re-learn.

Menghindar Keramain Kota,Dusun Bambu Bandung Aja

Bandung memang terkenal sebagai tujuan wisata yang menjadi pilihan pelancong di akhir pekan. Kita bisa wisata kuliner, wisata agro, wisata p...