Anak merupakan hadiah terindah bagi setiap orang tua. Dengan
hadirnya anak, suatu saat mereka dapat memiliki hidup yang nyaman dan meraih
masa depan. Mereka dapat hidup dengan bebas dan mendapatkan hak selama menjadi
anak. Hak bagi anak pun diatur dalam undang-undang. Kasus pemerkosaan yang
terjadi di Indonesia membuat para penegak hukum untuk memberikan efek jera bagi
pelaku. Hal ini pun mendapat pro dan kontra yang ada di media cetak.
Negara kita tentu negara yang
menghormati hukum, namun bagi sebagian orang awan yang bukan pada bidangnya
melihat hukum itu sendiri menjadi buah simalakama. Seperti pengesahan Perppu
Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan 2 atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan Anak. Presiden pun secara tegas mengesahkan undang-undang tersebut.
Perppu yang mengatur hukum kebiri dan pemasangan chip, bagi pelaku yang pernah
melakukannya atau memiliki lebih dari satu korban dan mengakibatkan korban
mengalami trauma akan mendapat penambahan hukum yang baru ini.
EFEK JERA ATAU MELANGGAR HAM?
Perppu Nomor 1 Tahun 2016 yang
baru disahkan pun mendapat respon kontra dari IDI sebagai eksekutor dalam
pelaksanaan kebiri. Kalangan dokter sendiri menolak untuk memberikan suntikan
kimia kepada pelaku tindak kekerasan seksual terhadap anak. Bagaimana dengan
etika dari TNI, Polri, Lapas? Apakah mereka diperkenankan untuk melakukan
hukuman kebiri atau pemasangan chip? Sebagai manusia tentu kita diajarkan untuk
mengampuni atau memberi kesempatan bagi mereka yang berbuat salah. Dalam UUD
1945 pun diatur Hak manusia untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah.
Agama manapun tentu mengajarkan
umatnya untuk tidak membunuh. Bagaimana dengan pemerintah yang memberikan
hukuman mati atau hukum kebiri kimia? bukankah itu sudah menggeser nilai-nilai
agama.
Dengan adanya hukum kebiri kimia,
negara kita akan menjadi negara yang melanggar konstitusinya sendiri. Penahanan
selama 10 tahun atau 20 tahun bagi pelaku tindak kekerasan seksual terhadap
anak bukankah cukup membuat mereka jera atas tindakan yang dilakukan. Pihak
lapas pun tidak ingin menjadi lembaga yang sia-sia dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya agar para narapidana memiliki kembali nilai-nilai agama dan
dapat diterima kembali di lingkungan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar